Oleh : Muhaimin Iqbal
Ketika
di pesantren dahulu Pak Kyai mengajari kami untuk menghafal surat
Al-Waqi’ah agar tidak jatuh miskin, kami mengira bahwa hanya dengan
menghafalnya kita akan bisa menjadi kaya. Tentu saja ini juga mungkin
bila Allah menghendaki, tetapi lebih dari itu surat Al-Waqi’ah ternyata
memang bisa bener-bener menjadi sumber kekayaan suatu bangsa bila bangsa
ini mampu memahami dan menggali maknanya sampai ke tingkat aplikasinya
di berbagai aspek kehidupan. Konsep baru ekonomi yang mulai banyak
dibicarakan di dunia barat sejak beberapa tahun terakhir seperti Bioeconomy misalnya, sebenarnya hanya salah satu saja contoh dari aplikasi ayat-ayat tentang tanaman, air dan api di surat tersebut.
Bioeconomy atau biobased economy atau ada juga yang menyebut biotechonomy adalah
seluruh kegiatan ekonomi yang dikembangkan berdasarkan mekanisme dan
proses pada tingkat genetika dan molekuler yang kemudian diterapkan pada
proses industry untuk menggerakkan ekonomi.
Bioeconomy menggunakan sumber-sumber biomass dari tanaman-tanaman yang umumnya kita kenal, sampai ke tanaman-tanaman yang tidak biasa kita kenal seperti rumput laut, algae dlsb.
Proses pemanfaatannya juga bervariasi dari proses pengolahan yang
umumnya sudah kita kenal sampai dengan proses-proses canggih seperti apa
yang disebut anaerobic digestion pada produksi ethanol, pyrolysis untuk menghasilkan pyrolysis-oil, atau bahkan torrefaction untuk menghasilkan ‘biomass coal’.
Inti dari bioeconomy
ini adalah bagaimana kita bisa menghasilkan nilai tambah maksimal dari
sumber bahan baku biomass yang minimal. Untuk apa produk akhirnya ?. Ya
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling dasar seperti makanan,
obat-obatan, sampai juga energy.
Nilai tambah ekonomi yang dapat
dilipat gandakan dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman di sekitar kita, baik
untuk keperluan bahan pangan sampai kebutuhan energy inilah yang
sebenarnya sudah lebih dari 1400 tahun petunjuknya disampaikan ke kita
melalui serangkaian ayat di surat Al-Waqi’ah tersebut di atas.
Perhatikan rangkaian ayat –ayat berikut misalnya :
“Maka
terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang
menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki,
benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran
tercengang. (Sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita
kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa." (QS 56 : 63-67)
“Maka
terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami
kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak
bersyukur?” (QS 56 :68-70)
“Maka terangkanlah kepadaku
tentang api yang kamu nyalakan. Kamukah yang menjadikan kayu itu atau
Kami-kah yang menjadikannya? Kami menjadikan api itu untuk peringatan
dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.” (QS 56: 71 -73)
Tiga kelompok ayat tersebut berbicara tentang tanaman, air dan api (energy) – ketiganya merupakan komponen utama dari bioeconomy
yang paling dasar. Dimana ketiganya bertemu secara melimpah ? Di
Indonesia, negeri tropis di sabuk katulistiwalah ketiganya tersedia atau
bisa dihasilkan secara melimpah.
Api yang berguna bagi musafir
di padang pasir di QS 56 : 71-73 misalnya, dahulu sebelum orang
bepergian dengan kendaraan seperti sekarang ditafsirkan sebagai api yang
dinyalakan dari gosokan kayu – untuk menenerangi perjalanan di malam
hari. Tentu saja ini juga masih berlaku sampai kini, hanya saja orang
sekarang bepergian dengan kendaraan bermotor – tidak perlu lagi
menggosokkan kayu bakar untuk menyalakan api.
Jaman berubah,
teknologi terus berkembang, tetapi bahwa api atau energy dari tanaman
atau kayu ini tetap valid hingga kini. Melalui salah satu proses anaerobic digestion diatas misalnya, orang bisa menghasilkan ethanol atau bahan bakar dari bahan-bahan tanaman – biomass.
Ethanol ini kemudian salah satunya dapat digunakan untuk ‘menyalakan
api’ mesin-mesin transportasi modern yang berguna bagi 'para musafir
di padang pasir’ !.
Maka sebelum penguasaan ekonomi generasi baru yang disebut bioeconomy
inipun dikuasai oleh negeri-negeri barat, sudah seharusnya kalau kita
bisa berusaha lebih keras agar lebih bisa memahami dan menangkap
peluang ini. Karena ditangan kita bukan hanya tersedia ilmunya, tetapi
kita juga telah lama diberi segala sumber daya alamnya dan bahkan juga
telah diberi petunjukNya.
Tinggal kita gali maknanya, kita eksplorasi penerapannya – maka insyaallah era bioeconomy ini adalah milik kita – umat yang berada di negeri tropis katulistiwa. Insyaallah.
Penulis Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com
Hidayatullah.com - Bioeconomy : Peluang Bagi Umat Di Negeri Katulistiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar